-GOVERNMENT BONDS-
Surplus Neraca Dagang Dorong Penguatan SBN. Sebagian besar Surat Berharga Negara (SBN) mencatatkan penurunan yield, dengan SUN benchmark 10-tahun FR0082 turun 4,3 bps. Adapun, penurunan yield paling dalam dicatatkan oleh SUN tenor 1-tahun ke level 3,37%. Sementara, penurunan yield paling kecil terjadi pada tenor panjang 30-tahun yang mencatatkan penurunan 0,2 bps. Sejumlah pelaku pasar merespon positif rilis data ekonomi domestik. Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data ekspor dan impor bulan September 2020. Nilai ekspor tercatat USD 14,01 miliar atau turun sebesar 0,51% dibandingkan September 2019. Adapun, impor pada September 2020 tercatat USD 11,57 miliar atau turun 18,88%. Dengan perhitungan ekspor yang masih tinggi maka neraca dagang September terjadi surplus USD 2,44 miliar. Surplus ini membuat neraca dagang Indonesia mencatatkan surplus dalam 5 bulan terakhir. Angka ini sekaligus mempengaruhi posisi transaksi berjalan yang sudah mengalami defisit selama hampir 1 dekade.

-CORPORATE BONDS-
Emisi Surat Utang Korporasi Mencapai IDR 128 Triliun. Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memperkirakan emisi surat utang korporasi pada 2021 dapat mencapai Rp128 triliun, ditengah kemungkinan Risiko pandemi. Adapun, waktu distribusi vaksin Covid-19 menjadi salah satu acuan Pefindo dalam memproyeksikan nilai emisi obligasi korporasi tahun depan. Skenario optimistis dengan perkiraan vaksin dapat didistribusikan pada Januari, moderat ketika vaksin disebarkaan pada April, dan pesimistis jika vaksin baru akan dikirimkan pada Agustus 2021. Adapun, waktu distribusi vaksin tersebut dapat mempengaruhi tingkat risiko masyarakat ketika akan mengalokasikan dana yang dimiliki baik untuk investasi maupun konsumsi. Selain itu, dari sisi perusahaan juga akan mempengaruhi aliran kas dan tujuan pendanaan perusahaan. Selanjutnya, omnibus law yang baru disahkan baru-baru ini juga dinilai bakal mampu mendongkrak sentimen di pasar surat utang korporasi di masa depan baik dari asing maupun domestik. Tingkat suku bunga yang diperkirakan terus berada di level terendah pada 2021 juga akan menambah kekuatan pasar obligasi korporasi. Pasalnya, suku bunga rendah akan membuat cost of fund untuk semua instrumen keuangan ikut rendah. Selanjutnya, hal itu akan berdampak terhadap penurunan yield maupun spread surat utang korporasi. (Bisnis Indonesia)

-MACROECONOMY-
Ekspor Indonesia Bulan September Naik 6,97%. Kinerja ekspor Indonesia pada September 2020 mengalami peningkatan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekspor pada bulan lalu sebesar USD 14,01 miliar atau naik 6,97% MoM. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kenaikan kinerja ekspor pada bulan September 2020 disebabkan oleh peningkatan ekspor minyak dan gas (migas) sebesar 17,42% mom dan kenaikan ekspor non migas sebesar 6,47% MoM. Bila dibandingkan dengan kinerja ekspor pada bulan September 2019 yang sebesar USD 14,08 miliar, kinerja ekspor memang masih mengalami penurunan. Akan tetapi, penurunannya hanya sedikit, yaitu sebesar 0,57% YoY. Posisi ekspor Indonesia pada September 2020 sudah mendekati posisi bulan September lalu. (Kontan)

-RECOMMENDATION-
Sentimen positif Neraca Dagang, topang pasar akhir pekan. Hal ini menjadi sentimen lanjutan pada perdagangan hari Jumat (16/10) ini. Di sisi lain, ketidakjelasan pemberian stimulus AS menjadi penggerak penguatan rupiah. Investor tetap tetap menantikan perkembangan stimulus AS, dan potensi kemenangan Biden pada pemilu dianggap sebagai peristiwa bearish mata uang. Kemarin, nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,19% ke level IDR 14.690/USD di pasar spot. Sementara kurs tengah BI, menguat 0,14% ke level IDR 14.760/USD. Investor dapat mulai mencermati FR0086, FR0087, FR0080, FR0083, dan FR0076, yaitu seri-seri yang akan ditawarkan pada lelang SUN pekan depan.